Tentu semua orang ingin kehidupan rumah tangga yang berbahagia dan penuh
ketenangan, tapi terkadang muncul badai masalah yang tak diinginkan, kejenuhan
maupun kehambaran dalam berumahtangga, yang akhirnya munculah niatan untuk
bercerai dengan pasangan.
Perceraian tentu sesuatu yang tidak ideal dan tidak diharapkan, apalagi jika
Anda dan pasangan sudah memiliki buah hati bersama. Hanya saja perceraian
benar-benar bisa terjadi jika hubungan pernikahan sudah tidak sehat sehingga
hanya membuat hati menderita. Berikut hal yang sering memicu perceraian:
- Pasangan melakukan perselingkuhan, dimana ini adalah kesalahan fatal karena termasuk kategori berkhianat terhadap pasangan.
- Saat cinta meredup dan tidak lagi ada keinginan di hati untuk hidup bersama.
- Terlalu sibuk bekerja, sehingga jarang menghabiskan waktu bersama pasangan.
- Hilangnya perasaan gairah terhadap pasangan.
- Pernikahan karena dijodohkan (dipaksa orangtua), dimana sedari awal memang sudah tidak berminat dan tidak tertarik pada pasangan (dalam hal fisik maupun karakter).
- Pernikahan karena terpaksa oleh keadaan, yaitu karena si cewek hamil di luar nikah. Seringkali pernikahan karena keadaan seperti ini berakhir dengan perceraian, padahal umur pernikahan masih seumur jagung.
Renungkan Ini Dulu Sebelum Memutuskan Bercerai
Pernikahan selalu terlihat indah di awal perjalanan, tapi dalam mengarungi
kehidupan berumah tangga biasanya muncul problematika, dan ini adalah sesuatu
yang dirasakan (dialami) semua orang yang berumahtangga. Sebelum memutuskan
bercerai, ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang.
Perhatikan secara mendalam kondisi hubungan Anda dengan pasangan, apakah masih
berjalan sebagaimana mestinya atau tidak. Terkadang memang muncul permasalahan
dengan pasangan yang membuat hati sakit, tapi jika kehidupan rumah tangga
masih ada harapan berjalan normal, maka status pernikahan masih layak
dipertahankan, apalagi jika sudah memiliki anak.
Adapun jika Anda melihat tidak ada peluang sama sekali, dimana hubungan Anda
dengan pasangan benar-benar sudah tidak tertolong lagi, maka barulah rencana
perceraian mulai dipikirkan. Dimana kehidupan berumah tangga sama sekali tidak
berjalan dan hubungan pernikahan tidak lagi sehat, misalnya tidak ada lagi
kata-kata cinta dari pasangan, tidak ada lagi pelukan dari pasangan, tatapan
tidak mengenakan oleh pasangan, tidak ada lagi perlakuan lembut dll.
Keputusan bercerai adalah keputusan besar, jadi perlu kemantapan hati sebelum
memutuskannya (tidak ada lagi keraguan dalam hati). Dan anda sangat yakin
bahwa tidak ada harapan lagi rumah tangga dipertahankan. Selain itu memutuskan
bercerai harus dilakukan dengan kepala dingin dan dengan mempertimbangkan
faktor-faktor penting.
Mengambil keputusan atas emosi sesaat ataupun dengan rasa keraguan, hanya akan
berujung pada penyesalan. Karena dalam menjalani bahtera rumah tangga, adalah
normal jika Anda menemui beberapa hal yang membuat tidak nyaman, namanya
kehidupan tidak ada kesempurnaan, termasuk dalam berumahtangga. Hal yang perlu
dilakukan adalah mencoba memperbaiki, lalu hilangkan kebiasaan yang bisa
memicu api kemarahan (yang memicu pertengkaran).
Sebagai contoh, suami perokok sedangkan pasangan sangat membenci asap rokok,
maka yang perlu dilakukan adalah kedua pihak berdialog dan membuat perjanjian
bahwa si suami tidak boleh merokok di dekat pasangannya. Menegur atau
berbicara dengan pasangan harus dengan cara yang baik, dengan rasa
menghormati, sehingga pasangan tidak tersinggung saat dikritik.
Faktor anak juga perlu dipikirkan saat memutuskan perceraian, apa dampaknya
terhadap anak jika perceraian dilakukan. Karena setelah bercerai orangtuanya
tidak lagi bersama, tentu hal ini beresiko buruk terhadap psikologis anak.
Jikapun Anda ingin bercerai, maka Anda harus punya formula agar perceraian
tidak sampai berdampak buruk pada kejiwaan anak.
Perceraian memang hal yang diperbolehkan dan legal dalam hukum agama maupun
negara, akan tetapi jangan terlalu cepat (terburu-buru) dalam memutuskan
perceraian, jadilah orang yang bisa berpikir bijak.
Beberapa Hal yang Merusak Kehidupan Berumah Tangga
Terkadang dalam berumah tangga muncul suatu permasalahan serius yang berujung
pada perceraian. Dimana tidak jarang juga perkara bodoh bisa menyebabkan
keretakan rumah tangga, misalnya suami-istri sibuk dengan gadgetnya
masing-masing sehingga jarang mengobrol dan bertatap muka, hal seperti ini
seharusnya tidak terjadi.
Tentu saja karena jarang mengobrol dan saling bertatap muka, menyebabkan
kerenggangan hubungan suami- istri, sehingga rasa sayang memudar antar
keduanya, pertengkaran pun rentan terjadi. Jika kondisi seperti ini terus
berlanjut tanpa adanya upaya perbaikan, perceraian pun bisa terjadi.
Gadget bisa menjadi racun berbahaya jika tidak digunakan dengan bijak, membuat
pasangan jarang mengobrol serta tidak pernah memberi tahu apa yang diharapkan
ke pasangan. Akhirnya masing-masing tidak mengetahui apa yang disukai dan
diharapkan dari pasangannya, lalu miskomunikasi pun sering terjadi, yang
akhirnya berujung pertengkaran.
Kesalahan lainnya yang merusak kehidupan berumah tangga:
- Mengungkit masalah lama dari kesalahan pasangan.
- Suka membicarakan kekurangan pasangan pada orang lain.
- Tidak bisa kompak berdiskusi dan berpikir jernih untuk mencari solusi dari suatu persoalan.
- Membandingkan pasangan dengan mantan atau orang lain.
- Lebih mengutamakan teman daripada pasangannya sendiri.
- Tidak ada rasa hormat dan kelembutan pada pasangan.
- Suka berkata buruk tentang mertua (orangtua dari pasangan).
Loading...
Tetap Menjaga Hubungan Baik Setelah Bercerai
Walaupun sudah bercerai dengan pasangan, bukan berarti Anda memutus kontak
sepenuhnya. Apalagi jika Anda dan pasangan sudah memiliki anak, maka perlu
komunikasi secara rutin dalam rangka membesarkan anak. Anak-anak tetap
mendapat hak untuk dekat dengan kedua orangtuanya, walau ayah dan ibunya sudah
bercerai.
Setelah proses perceraian yang melelahkan fisik maupun mental itu selesai,
Anda hendaknya menjaga hubungan baik dengan mantan. Walaupun ada api kemarahan
di dalam hati, jagalah jangan sampai dikeluarkan. Segala kenangan buruk
bersama mantan seharusnya dikubur dalam-dalam, jangan diungkit-ungkit lagi.
Carilah formula yang pas agar hubungan tidak terlalu renggang.
Tapi perlu waktu untuk memperbaiki situasi. Biasanya kenangan buruk
atau perlakuan buruk oleh mantan masih terngiang-ngiang di kepala, sehingga
perlu waktu dan proses untuk memperbaiki hubungan dengan mantan, meredakan
sedikit demi sedikit rasa kebencian dan perasaan sakit.
Sehingga biasanya setelah baru bercerai minimalkan komunikasi karena hati
masih dipenuhi emosi negatif terhadap pasangan. Setelah berlalunya waktu
biasanya emosi negatif mereda, ketika jiwa sudah tenang maka barulah
berkomunikasi dengan mantan. Adapun jika perasaan masih campur aduk (belum
tenang) maka janganlah berbicara.
Ingatlah anak Anda. Jangan sampai Anda memutus kontak 100% dengan
mantan karena dampaknya akan sangat buruk pada anak. Dimana anak tumbuh tanpa
sosok ayah atau ibunya, sebisa mungkin anak tetap rutin bertemu kedua
orangtuanya. Saat Anda mengingat perbuatan sang mantan yang memuakan, maka
ingatlah anak-anak Anda.
Sehingga tetaplah berkomunikasi dengan mantan walaupun tidak sering, karena
tujuan Anda adalah fokus untuk kebutuhan dan kebaikan anak-anak. Tempatkan
anak di atas ego kalian berdua, sehinga sadar akan prioritas yang sebenarnya.
Buatlah hubungan yang penuh respek dengan mantan pasangan, ini berdampak baik
untuk kesehatan mental anak-anak. Dan ingatlah selalu, semarah atau sesakit
apapun hati Anda terhadap mantan, dia tetaplah orangtua dari anak-anak Anda.
Apalagi jika dia ternyata bisa menjadi orangtua yang baik, maka biarkan anak
Anda tetap berhubungan (berkomunikasi) dengannya.
Jika Anda mengatakan hal buruk tentang pasangan, coba pikirkan apakah itu
dapat memerbaiki situasi? Yang ada justru membuat situasi semakin buruk. Anak
adalah gabungan antara Anda dan pasangan. Anak-anak perlu melihat dan
merasakan bahwa orangtuanya masih peduli satu sama lain, meskipun orangtuanya
tidak lagi bersama. Hal ini menjadikan anak merasa nyaman tentang kedua
orangtuanya.
Jangan sampai anak diikutcampurkan dalam perselisihan Anda dengan
pasangan.
Jangan pernah menceritakan keburukan pasangan pada anak karena bisa berdampak
buruk terhadap psikologis anak. Seorang anak hanyalah mengharapkan ketenangan,
keamanan dan kenyamanan dari orangtuanya.
Menjelek-jelekkan mantan pasangan di depan anak bisa sangat fatal akibatnya.
Sekalipun Anda hanya berucap sambil lalu (sekedar intermezo), akan tetapi
memori anak merekam dan terus mengingatnya hingga ia dewasa. Dampaknya anak
bisa saja membenci kedua orangtuanya, karena si anak kehilangan figur orangtua
yang sangat dibutuhkannya sebagai teladan.
Lebih buruk lagi, anak berpikir mengapa diriku harus lahir di keluarga ini,
jika pikiran anak sudah sampai sejauh itu, artinya anak telah hilang rasa pada
orangtuanya dan cenderung tidak menyukai orangtuanya. Jangan sampai anak kena
imbas dari perselisihan kalian berdua, anak harus dijaga kejiwaan dan
kesehatan mentalnya.
Sebuah survei yang dilakukan Popsugar terhadap orang-orang yang orangtuanya
bercerai. Hasil survei menunjukan bahwa mayoritas orang tidak ingin mengetahui
isi perdebatan orangtuanya. Jadi, tidak peduli berapa pun usia anak, mereka
punya hak untuk tidak dilibatkan dalam perselisihan orangtuanya. Perceraian
itu sendiri sudah menjadi musibah besar bagi anak. Penderitaan anak bisa lebih
parah lagi jika sering mendengar kedua oangtuanya saling menjelekan.
Saat Anda punya masalah tentang pasangan, carilah orang dewasa lain untuk
curhat, jangan bebankan hal ini kepada anak, biarkan anak menikmati masa
kecilnya. Bantulah anak melewati perjalanannya, dimana walau setelah bercerai,
kedua orangtua tetap wajib perhatian pada anak, mensupport anak dan selalu
menanyakan apa yang dibutuhkannya.
Perlakukan mantan seperti Anda ingin diperlakukan olehnya, seperti
itulah cara kerjanya. Jangan lagi ada keributan, apalagi sampai diposting ke
social media, itu merupakan kesalahan fatal. Apasih tujuannya berantem di
social media? apakah mengharapkan orang-orang merasa iba? yang ada justru
orang-orang menjadi tambah kepo dan menertawakan kalian.
Secara berkala diskusikan segala sesuatu yang berkaitan dengan anak,
baik itu tentang kebutuhan materi maupun non materi. Tetap menjalin komunikasi
intens antara Anda dan mantan adalah hal yang bagus, dimana masih ada
anak-anak yang menjadi penghubung antara Anda dan mantan. Berteman dengan
mantan boleh-boleh saja selama tidak menganggu perasaan dari pasangan baru,
yang penting jaga batas-batasnya.
Tetaplah kompak sebagai orangtua setelah bercerai, sehingga diharapkan tumbuh
kembang anak tidak terganggu. Sebaliknya, anak bisa terhambat perkembangannya
jika orangtuanya saling bermusuhan, bahkan pada banyak kasus orangtua
mementingkan egonya masing-masing dengan berebut hak asuh anak.
Anda dan mantan seharusnya fokus pada apa yang dibahas, misalnya membahas
tentang anak, maka jaga permbicaraan agar tidak melebar ke mana-mana. Langkah
selanjutnya yaitu membentuk kesepahaman untuk bekerjasama mengurus anak-anak.
Kalau bisa bicarakan secara detail, seperti pertanggungjawaban biaya kebutuhan
anak, menentukan waktu tinggal anak bersama masing-masing orangtuanya, dll.
Adapun bila hak asuh anak memang secara resmi ditentukan pengadilan, maka
rumah orangtua yang mendapatkan hak asuh resmi menjadi tempat tinggal utama
anak, adapun saat akhir pekan anak bisa tinggal bersama orangtua lainnya.
Pikir masak-masak sebelum memperkenalkan pasangan baru. Kalau bisa tunggu enam
bulan atau setahun sebelum memperkenalkan anak pada siapapun. Jangan gegabah
dalam ‘mengambil’ pasangan baru, pikirkan dengan matang dan bijak, dan
perhatikan juga kondisi psikologis anak, apakah dirinya siap untuk menerima
orang baru.
Karena bisa saja anak merasa sakit hati jika orangtuanya terlalu cepat membuka
pintu untuk orang baru. Hasil survey menunujukan bahwa anak-anak yang punya
hubungan positif dengan orangtua tirinya sudah terlebih dahulu menjalani
pendekatan sedikit-demi-sedikit di awal. Jadi melangkah dengan hati-hati,
hargai perasaan anak, tanya pendapat anak
“bagaimana jika ada orang baru di rumah?”.
Loading...
Tulisan Terkait: