Cara Menjaga Hubungan Tetap Baik Setelah Bercerai


Tentu semua orang ingin kehidupan rumah tangga yang berbahagia dan penuh ketenangan, tapi terkadang muncul badai masalah yang tak diinginkan, kejenuhan maupun kehambaran dalam berumahtangga, yang akhirnya munculah niatan untuk bercerai dengan pasangan.

Perceraian tentu sesuatu yang tidak ideal dan tidak diharapkan, apalagi jika Anda dan pasangan sudah memiliki buah hati bersama. Hanya saja perceraian benar-benar bisa terjadi jika hubungan pernikahan sudah tidak sehat sehingga hanya membuat hati menderita. Berikut hal yang sering memicu perceraian:
  1. Pasangan melakukan perselingkuhan, dimana ini adalah kesalahan fatal karena termasuk kategori berkhianat terhadap pasangan.
  2. Saat cinta meredup dan tidak lagi ada keinginan di hati untuk hidup bersama.
  3. Terlalu sibuk bekerja, sehingga jarang menghabiskan waktu bersama pasangan.
  4. Hilangnya perasaan gairah terhadap pasangan.
  5. Pernikahan karena dijodohkan (dipaksa orangtua), dimana sedari awal memang sudah tidak berminat dan tidak tertarik pada pasangan (dalam hal fisik maupun karakter).
  6. Pernikahan karena terpaksa oleh keadaan, yaitu karena si cewek hamil di luar nikah. Seringkali pernikahan karena keadaan seperti ini berakhir dengan perceraian, padahal umur pernikahan masih seumur jagung.

Pengadilan Agama
Pengadilan Agama | Photo credit: EDISON/TRIBUNSUMSEL.COM

Renungkan Ini Dulu Sebelum Memutuskan Bercerai

Pernikahan selalu terlihat indah di awal perjalanan, tapi dalam mengarungi kehidupan berumah tangga biasanya muncul problematika, dan ini adalah sesuatu yang dirasakan (dialami) semua orang yang berumahtangga. Sebelum memutuskan bercerai, ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan dengan matang.

Perhatikan secara mendalam kondisi hubungan Anda dengan pasangan, apakah masih berjalan sebagaimana mestinya atau tidak. Terkadang memang muncul permasalahan dengan pasangan yang membuat hati sakit, tapi jika kehidupan rumah tangga masih ada harapan berjalan normal, maka status pernikahan masih layak dipertahankan, apalagi jika sudah memiliki anak. 


Adapun jika Anda melihat tidak ada peluang sama sekali, dimana hubungan Anda dengan pasangan benar-benar sudah tidak tertolong lagi, maka barulah rencana perceraian mulai dipikirkan. Dimana kehidupan berumah tangga sama sekali tidak berjalan dan hubungan pernikahan tidak lagi sehat, misalnya tidak ada lagi kata-kata cinta dari pasangan, tidak ada lagi pelukan dari pasangan, tatapan tidak mengenakan oleh pasangan, tidak ada lagi perlakuan lembut dll.

Keputusan bercerai adalah keputusan besar, jadi perlu kemantapan hati sebelum memutuskannya (tidak ada lagi keraguan dalam hati). Dan anda sangat yakin bahwa tidak ada harapan lagi rumah tangga dipertahankan. Selain itu memutuskan bercerai harus dilakukan dengan kepala dingin dan dengan mempertimbangkan faktor-faktor penting.

Mengambil keputusan atas emosi sesaat ataupun dengan rasa keraguan, hanya akan berujung pada penyesalan. Karena dalam menjalani bahtera rumah tangga, adalah normal jika Anda menemui beberapa hal yang membuat tidak nyaman, namanya kehidupan tidak ada kesempurnaan, termasuk dalam berumahtangga. Hal yang perlu dilakukan adalah mencoba memperbaiki, lalu hilangkan kebiasaan yang bisa memicu api kemarahan (yang memicu pertengkaran).

Sebagai contoh, suami perokok sedangkan pasangan sangat membenci asap rokok, maka yang perlu dilakukan adalah kedua pihak berdialog dan membuat perjanjian bahwa si suami tidak boleh merokok di dekat pasangannya. Menegur atau berbicara dengan pasangan harus dengan cara yang baik, dengan rasa menghormati, sehingga pasangan tidak tersinggung saat dikritik.

Faktor anak juga perlu dipikirkan saat memutuskan perceraian, apa dampaknya terhadap anak jika perceraian dilakukan. Karena setelah bercerai orangtuanya tidak lagi bersama, tentu hal ini beresiko buruk terhadap psikologis anak. Jikapun Anda ingin bercerai, maka Anda harus punya formula agar perceraian tidak sampai berdampak buruk pada kejiwaan anak.

Perceraian memang hal yang diperbolehkan dan legal dalam hukum agama maupun negara, akan tetapi jangan terlalu cepat (terburu-buru) dalam memutuskan perceraian, jadilah orang yang bisa berpikir bijak.


Beberapa Hal yang Merusak Kehidupan Berumah Tangga

Terkadang dalam berumah tangga muncul suatu permasalahan serius yang berujung pada perceraian. Dimana tidak jarang juga perkara bodoh bisa menyebabkan keretakan rumah tangga, misalnya suami-istri sibuk dengan gadgetnya masing-masing sehingga jarang mengobrol dan bertatap muka, hal seperti ini seharusnya tidak terjadi.

Tentu saja karena jarang mengobrol dan saling bertatap muka, menyebabkan kerenggangan hubungan suami- istri, sehingga rasa sayang memudar antar keduanya, pertengkaran pun rentan terjadi. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut tanpa adanya upaya perbaikan, perceraian pun bisa terjadi.

Gadget bisa menjadi racun berbahaya jika tidak digunakan dengan bijak, membuat pasangan jarang mengobrol serta tidak pernah memberi tahu apa yang diharapkan ke pasangan. Akhirnya masing-masing tidak mengetahui apa yang disukai dan diharapkan dari pasangannya, lalu miskomunikasi pun sering terjadi, yang akhirnya berujung pertengkaran.

Kesalahan lainnya yang merusak kehidupan berumah tangga:
  1. Mengungkit masalah lama dari kesalahan pasangan.
  2. Suka membicarakan kekurangan pasangan pada orang lain.
  3. Tidak bisa kompak berdiskusi dan berpikir jernih untuk mencari solusi dari suatu persoalan.
  4. Membandingkan pasangan dengan mantan atau orang lain. 
  5. Lebih mengutamakan teman daripada pasangannya sendiri.
  6. Tidak ada rasa hormat dan kelembutan pada pasangan.
  7. Suka berkata buruk tentang mertua (orangtua dari pasangan).

Loading...

Tetap Menjaga Hubungan Baik Setelah Bercerai

Walaupun sudah bercerai dengan pasangan, bukan berarti Anda memutus kontak sepenuhnya. Apalagi jika Anda dan pasangan sudah memiliki anak, maka perlu komunikasi secara rutin dalam rangka membesarkan anak. Anak-anak tetap mendapat hak untuk dekat dengan kedua orangtuanya, walau ayah dan ibunya sudah bercerai.

Setelah proses perceraian yang melelahkan fisik maupun mental itu selesai, Anda hendaknya menjaga hubungan baik dengan mantan. Walaupun ada api kemarahan di dalam hati, jagalah jangan sampai dikeluarkan. Segala kenangan buruk bersama mantan seharusnya dikubur dalam-dalam, jangan diungkit-ungkit lagi. Carilah formula yang pas agar hubungan tidak terlalu renggang.

Tapi perlu waktu untuk memperbaiki situasi. Biasanya kenangan buruk atau perlakuan buruk oleh mantan masih terngiang-ngiang di kepala, sehingga perlu waktu dan proses untuk memperbaiki hubungan dengan mantan, meredakan sedikit demi sedikit rasa kebencian dan perasaan sakit.

Sehingga biasanya setelah baru bercerai minimalkan komunikasi karena hati masih dipenuhi emosi negatif terhadap pasangan. Setelah berlalunya waktu biasanya emosi negatif mereda, ketika jiwa sudah tenang maka barulah berkomunikasi dengan mantan. Adapun jika perasaan masih campur aduk (belum tenang) maka janganlah berbicara.

Ingatlah anak Anda. Jangan sampai Anda memutus kontak 100% dengan mantan karena dampaknya akan sangat buruk pada anak. Dimana anak tumbuh tanpa sosok ayah atau ibunya, sebisa mungkin anak tetap rutin bertemu kedua orangtuanya. Saat Anda mengingat perbuatan sang mantan yang memuakan, maka ingatlah anak-anak Anda.

Sehingga tetaplah berkomunikasi dengan mantan walaupun tidak sering, karena tujuan Anda adalah fokus untuk kebutuhan dan kebaikan anak-anak. Tempatkan anak di atas ego kalian berdua, sehinga sadar akan prioritas yang sebenarnya.


Buatlah hubungan yang penuh respek dengan mantan pasangan, ini berdampak baik untuk kesehatan mental anak-anak. Dan ingatlah selalu, semarah atau sesakit apapun hati Anda terhadap mantan, dia tetaplah orangtua dari anak-anak Anda. Apalagi jika dia ternyata bisa menjadi orangtua yang baik, maka biarkan anak Anda tetap berhubungan (berkomunikasi) dengannya.

Jika Anda mengatakan hal buruk tentang pasangan, coba pikirkan apakah itu dapat memerbaiki situasi? Yang ada justru membuat situasi semakin buruk. Anak adalah gabungan antara Anda dan pasangan. Anak-anak perlu melihat dan merasakan bahwa orangtuanya masih peduli satu sama lain, meskipun orangtuanya tidak lagi bersama. Hal ini menjadikan anak merasa nyaman tentang kedua orangtuanya.

Jangan sampai anak diikutcampurkan dalam perselisihan Anda dengan pasangan. Jangan pernah menceritakan keburukan pasangan pada anak karena bisa berdampak buruk terhadap psikologis anak. Seorang anak hanyalah mengharapkan ketenangan, keamanan dan kenyamanan dari orangtuanya. 

Menjelek-jelekkan mantan pasangan di depan anak bisa sangat fatal akibatnya. Sekalipun Anda hanya berucap sambil lalu (sekedar intermezo), akan tetapi memori anak merekam dan terus mengingatnya hingga ia dewasa. Dampaknya anak bisa saja membenci kedua orangtuanya, karena si anak kehilangan figur orangtua yang sangat dibutuhkannya sebagai teladan.

Lebih buruk lagi, anak berpikir mengapa diriku harus lahir di keluarga ini, jika pikiran anak sudah sampai sejauh itu, artinya anak telah hilang rasa pada orangtuanya dan cenderung tidak menyukai orangtuanya. Jangan sampai anak kena imbas dari perselisihan kalian berdua, anak harus dijaga kejiwaan dan kesehatan mentalnya.


Sebuah survei yang dilakukan Popsugar terhadap orang-orang yang orangtuanya bercerai. Hasil survei menunjukan bahwa mayoritas orang tidak ingin mengetahui isi perdebatan orangtuanya. Jadi, tidak peduli berapa pun usia anak, mereka punya hak untuk tidak dilibatkan dalam perselisihan orangtuanya. Perceraian itu sendiri sudah menjadi musibah besar bagi anak. Penderitaan anak bisa lebih parah lagi jika sering mendengar kedua oangtuanya saling menjelekan.

Saat Anda punya masalah tentang pasangan, carilah orang dewasa lain untuk curhat, jangan bebankan hal ini kepada anak, biarkan anak menikmati masa kecilnya. Bantulah anak melewati perjalanannya, dimana walau setelah bercerai, kedua orangtua tetap wajib perhatian pada anak, mensupport anak dan selalu menanyakan apa yang dibutuhkannya.

Perlakukan mantan seperti Anda ingin diperlakukan olehnya, seperti itulah cara kerjanya. Jangan lagi ada keributan, apalagi sampai diposting ke social media, itu merupakan kesalahan fatal. Apasih tujuannya berantem di social media? apakah mengharapkan orang-orang merasa iba? yang ada justru orang-orang menjadi tambah kepo dan menertawakan kalian.

Secara berkala diskusikan segala sesuatu yang berkaitan dengan anak, baik itu tentang kebutuhan materi maupun non materi. Tetap menjalin komunikasi intens antara Anda dan mantan adalah hal yang bagus, dimana masih ada anak-anak yang menjadi penghubung antara Anda dan mantan. Berteman dengan mantan boleh-boleh saja selama tidak menganggu perasaan dari pasangan baru, yang penting jaga batas-batasnya.


Tetaplah kompak sebagai orangtua setelah bercerai, sehingga diharapkan tumbuh kembang anak tidak terganggu. Sebaliknya, anak bisa terhambat perkembangannya jika orangtuanya saling bermusuhan, bahkan pada banyak kasus orangtua mementingkan egonya masing-masing dengan berebut hak asuh anak. 

Anda dan mantan seharusnya fokus pada apa yang dibahas, misalnya membahas tentang anak, maka jaga permbicaraan agar tidak melebar ke mana-mana. Langkah selanjutnya yaitu membentuk kesepahaman untuk bekerjasama mengurus anak-anak. Kalau bisa bicarakan secara detail, seperti pertanggungjawaban biaya kebutuhan anak, menentukan waktu tinggal anak bersama masing-masing orangtuanya, dll.

Adapun bila hak asuh anak memang secara resmi ditentukan pengadilan, maka rumah orangtua yang mendapatkan hak asuh resmi menjadi tempat tinggal utama anak, adapun saat akhir pekan anak bisa tinggal bersama orangtua lainnya.

Pikir masak-masak sebelum memperkenalkan pasangan baru. Kalau bisa tunggu enam bulan atau setahun sebelum memperkenalkan anak pada siapapun. Jangan gegabah dalam ‘mengambil’ pasangan baru, pikirkan dengan matang dan bijak, dan perhatikan juga kondisi psikologis anak, apakah dirinya siap untuk menerima orang baru.

Karena bisa saja anak merasa sakit hati jika orangtuanya terlalu cepat membuka pintu untuk orang baru. Hasil survey menunujukan bahwa anak-anak yang punya hubungan positif dengan orangtua tirinya sudah terlebih dahulu menjalani pendekatan sedikit-demi-sedikit di awal. Jadi melangkah dengan hati-hati, hargai perasaan anak, tanya pendapat anak “bagaimana jika ada orang baru di rumah?”

Loading...

Tulisan Terkait: