Bullying bisa menghancurkan masa depan seorang anak. Orangtua wajib memastikan anaknya terbebas dari yang namanya bullying.
Bullying adalah saat seseorang atau sekelompok orang terus-menerus menggunakan kekuatan (baik itu kekuatan fisik, sosial, ekonomi,dll) untuk menindas orang lain.
Penindasan dapat berupa gangguan fisik, perkataan tidak menyenangkan, menghina, mengucilkan, mengintimidasi, dll.
Penindasan dapat berupa gangguan fisik, perkataan tidak menyenangkan, menghina, mengucilkan, mengintimidasi, dll.
Bullying sangat berbahaya. Korban bullying beresiko terkena stres dan depresi. Banyak potensi anak bangsa yang hilang akibat tragedi bullying yang marak terjadi.
Photo credit: adobe.com/By WavebreakmediaMicro
Hal yang dirasakan korban bullying:
- Sakit hati. Siapa saja pasti sakit hati jika dibully.
- Tidak nyaman. Korban pasti bakal kepikiran terus dengan tragedi bullying yang baru saja terjadi.
- Stress. Gimana tidak stres? Orang yang membully biasanya lebih kuat, ingin membela diri tapi tidak mampu.
- Trauma. Korban bullying biasanya kesulitan untuk beradaptasi pada lingkungan baru karena rasa trauma yang masih menghantui, khawatir jika orang baru yang ditemuinya adalah orang jahat. Bahkan korban bullying beresiko terkena depresi di sepanjang hidupnya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa tindakan bullying membuat korbannya menjadi individu yang kuat. INI SALAH BESAR. Justru tindakan bullying membuat trauma dan membentuk sifat keras dalam diri si korban.
Korban bullying akan melakukan usaha pertahanan dengan cara menutup diri dari pergaulan, dampaknya korban bullying menjadi individu yang tidak percaya diri, sulit mempercayai orang lain dan paranoid.
Korban bullying juga beresiko:
- Mengalami gangguan emosi yang tidak terkontrol.
- Rentan merasa stres saat dikritik orang lain.
- Jiwanya cenderung kasar (akibat rasa trauma).
- Punya sifat tak acuh (kurang peduli).
- Berpotensi punya sifat egois.
Dampak buruk seperti itu bisa diminimalisir, jika anak korban bullying memiliki setidaknya satu orang saja yang bisa diandalkan sebagai tempat untuk mencurahkan isi hati... sebagai tempat menangis.
Dia merasa bahwa masih ada orang yang peduli dan mencintai dirinya di dunia ini.
Dia merasa bahwa masih ada orang yang peduli dan mencintai dirinya di dunia ini.
Dampak bullying akan terasa sampai masa dewasa, korban bullying akan kesulitan untuk menstabilkan emosi, berjuang keras untuk bisa menguasai emosinya sendiri, berusaha melembutkan sifat keras di dalam diri, dan berusaha berdamai dengan masa lalu. Ini menjadi PERJUANGAN PANJANG.
Sekalipun si anak menjadi korban bullying pada usia 12 tahun, pada usianya 25 tahun... luka goresan itu masih ada di dalam hati.
Nama dan wajah si pembully, serta perlakuan si pembully yang sedemikian rupa, akan terus teringat. Hal ini diperparah jika korban bully tidak memiliki tempat untuk mengadu/curhat.
Dalam sebuah penelitian, sebagian orang yang pernah menjadi korban bullying di masa kecilnya, mengakui bahwa mereka mulai tidak mempedulikan orang yang harusnya mereka pedulikan.
Mereka sangat merasakan efek bully terhadap gangguan psikologis. Saat ini mereka sedang berjuang keras untuk mengikis dan memberi pengertian pada diri sendiri untuk berdamai dengan masa lalu.
Mereka sangat merasakan efek bully terhadap gangguan psikologis. Saat ini mereka sedang berjuang keras untuk mengikis dan memberi pengertian pada diri sendiri untuk berdamai dengan masa lalu.
Loading...
Bentuk-Bentuk Bullying
Bentuk tindakan bullying bermacam-macam. Berikut berbagai bentuk bullying yang pernah terjadi:
- Pelaku bullying melakukan serangan fisik seperti mendorong, memukul, menendang, meninju, menampar, dll. Bullying jenis ini yang paling mudah untuk diidentifikasi.
- Pelaku bullying melakukan serangan verbal berupa menghina, berkata kasar, mengintimidasi dan semacamnya.
- Pelaku bullying menyabotase si korban, menyebarkan desas-desus, dan memanipulasi situasi.
- Pelaku bullying menyerang korbannya dengan menggunakan internet (cyberbullying) seperti mengirim pesan negatif, kometar negatif, memposting gambar yang menyakitkan, hingga memberikan ancaman secara online.
Cara Mengatasi Bullying pada Anak
Tindakan bullying menyebabkan si korban ngedown dan ketakutan, korban akan melakukan apapun agar tidak dibully lagi. Nah, si pembully akan menggunakan kesempatan ini untuk ‘mempermainkan’ si korban.
Orangtua jangan diam saja jika anak mendapatkan perlakuan buruk di sekolah atau lingkungan bermainnya. Orang tua harus dekat dengan anak-anaknya.
Bilang pada anak, “kalau ada yang menyakiti kamu, atau kalau kamu punya masalah, langsung cerita ke mama/papa.”
Jadilah orangtua yang bijak, mau mendengarkan cerita anak, dan tidak suka men-judge anak. Dengan begitu diharapkan si anak akan terbuka, dekat dan percaya pada orangtuanya.
Jika punya masalah, si anak tidak ragu untuk memberitahukan ke orangtuanya, karena anak merasa orangtuanya sebagai sosok yang bijak.
Jadilah orangtua yang bijak, mau mendengarkan cerita anak, dan tidak suka men-judge anak. Dengan begitu diharapkan si anak akan terbuka, dekat dan percaya pada orangtuanya.
Jika punya masalah, si anak tidak ragu untuk memberitahukan ke orangtuanya, karena anak merasa orangtuanya sebagai sosok yang bijak.
Orangtua tentu ingin anaknya menuntut ilmu dengan aman di sekolah. Keberadaan guru sebagai pengganti orangtua di sekolah diharapkan dapat melindungi anak di sekolah.
Hanya saja seorang guru biasanya menangani 40 murid di kelas, tentunya guru sulit memberikan perhatian yang cukup untuk setiap murid di kelas.
Orang tua harus jeli melihat tanda-tanda jika anak terkena bullying, lihat apakah anak terlihat murung atau ketakutan untuk pergi ke sekolah?
Orangtua harus aktif mencaritahu kejadian yang sebenarnya dialami anak. Lalu hubungi pihak sekolah tentang masalah yang dialami anak.
Sebagian besar kejadian bullying tidak diketahui pihak sekolah, karena pelaku bullying biasanya baru mulai beraksi saat tidak ada guru atau orang dewasa di sekitar.
Saat anak mengalami bullying di sekolah, segera hubungi wali kelas si anak, disarankan orangtua mengunjungi sekolah karena lebih efektif berbicara langsung (tatap muka) dengan pihak sekolah.
loading...
Pahami Perasaaan Anak
Dalami perasaan anak Anda, pastikan anak tahu bahwa orangtuanya peduli. Sekalipun belum ditemukan jalan keluarnya, tapi yang paling penting adalah anak mengetahui bahwa orangtuanya sangat dapat diandalkan sebagai tempat untuk mendapatkan support.
Jangan sampai kejadian bullying membuat anak down dan tidak percaya diri. Ajarkan anak cara bersikap pada pelaku bullying, jangan takut dan minder terhadap pelaku bullying. Latih anak untuk bisa membela diri dan bersikap tegas.
Tapi bilang ke anak untuk jangan memukul orang yang membully, kecuali jika si pembully yang menyerang dulu. Jika memungkinkan, masukan anak ke tempat latihan bela diri. Jika anak bisa bela diri, pelaku bullying akan berpikir 1000 kali jika ingin melancarkan aksinya.
Selain mengajarkan sikap tegas, katakan pada anak untuk tidak ragu melaporkan kejadian bullying ke guru atau pihak sekolah. Untuk mempermudah, catat kronologi kejadian bullying seperti:
- Nama pelaku bullying.
- Waktu kejadian.
- Tempat kejadian.
- Saksi mata atau orang-orang yang melihat kejadian bullying.
- Jika bentuknya cyberbullying, ambil screenshot untuk ditunjukan ke pihak sekolah.
Penting: Anak Harus Terlihat Percaya diri
Ajarkan anak untuk memiliki gaya, sikap dan gesture sebagai orang yang percaya diri. Kepercayaan diri membuatnya terhindar dari bullying.
Pelaku bullying menyerang anak yang lemah secara fisik maupun mental. Anak yang tidak percaya diri biasanya menjadi sasaran para pelaku bullying.
Pelaku bullying akan berpikir ulang untuk menyerang anak yang tampak percaya diri, bahasa tubuhnya meyakinkan, cara berjalannya yang tenang dan cool (keren). Anak perlu belajar untuk punya bahasa tubuh yang meyakinkan, gesture tubuh, dan berani melakukan tatap mata.
Ajarkan anak untuk bisa berbicara tegas dan jelas, ini akan membuat pelaku bullying menjadi segan. Suara tegas akan membuat down si pembully, si pembully menyadari bahwa lawannya bukan orang yang lemah.
Bilang ke anak Anda: “Walau kamu ada perasaan takut, tapi jangan kamu perlihatkan, kamu harus tetap terlihat kuat dan percaya diri.”
Tugas orangtua adalah membangun mental anak agar menjadi orang yang tegar, kuat dan percaya diri, berikut di bawah ini kiat-kiatnya:
- Hindari pola asuh yang over protektif, orangtua harus memberikan keleluasaan pada anak untuk berkreasi.
- Ajak anak keluar untuk berolahraga, seperti melakukan jogging di komplek rumah, atau pergi ke tempat gym.
- Ajarkan anak keterampilan dasar seperti merapihkan kamar, menyapu, mengepel lantai, menjemur pakaian, mencuci piring, memasak, menyiram tanaman, menanam pohon, dll. Dengan memiliki keterampilan dasar seperti ini, akan meningkatkan rasa percaya diri anak.
- Dorong anak untuk memiliki hobi, sehingga anak memiliki kemampuan khusus (seperti sepak bola, basket, berenang, memanah, melukis, fotografi, berkebun, dll).
- Orangtua harus sediakan waktu dalam setiap harinya untuk mengobrol dan bersikusi dengan anak.
- Dorong anak untuk berani menentukan pilihannya, misalnya ingin jalan-jalan di akhir pekan, biarkan anak mengungkapkan pendapatnya untuk menentukan lokasi liburan weekend, hargai pendapat anak. Ini melatih anak untuk percaya diri mengungkap pendapatnya, berani berbicara.
- Orangtua harus bisa meredam emosi dalam mendidik anak, karena tidak jarang anak menjadi penakut akibat sering dimarahi. Hindari cara menididik yang membuat anak menjadi tidak nyaman dan trauma.
- Selalu berikan anak apresiasi atas semua sikap keberaniaannya.
- Selalu hargai atas setiap usaha yang telah dilakukan anak.
- Pujilah anak saat dirinya berhasil melewati suatu kesulitan.
- Hindari perkataan “kamu gak bisa apa-apa”, “gitu aja gak bisa” dan semacamnya.
- Hindari berkomentar buruk terhadap penampilannya anak (lebih buruk lagi mengomentari wajah anak seperti jelek, tembem, hidung pesek, rambutnya lucu, dsb) karena pasti membuat anak down, dan rasa percaya dirinya hilang dalam sekejap.
- Ajari anak segala hal yang Anda ketahui. Anak memandang orangtuanya sebagai pahlawan, pandangan ini terus ada setidaknya hingga remaja. Nah, gunakan kesempatan ini untuk mengajari anak segala hal, khususnya tentang cara berbicara, cara bersikap dan bergaul.
Usahakan agar anak memiliki grup pertemanan, karena pelaku bullying biasanya menargetkan anak-anak yang sering sendirian (tidak punya teman). Pembully akan berpikir ulang untuk menyerang anak yang punya lingkaran pertemanan.
Bilang ke anak bahwa saat mengalami bullying jangan ragu untuk melaporkannya ke guru atau pengawas sekolah.
Orangtua Harus Rajin Memantau Keadaan Anak
Orang tua jangan malas bertanya untuk mengetahui kondisi anak, ini juga sebenarnya sebagai bentuk perhatian sehingga anak merasa disayangi dan diperhatikan orangtuanya. Bentuk pertanyaaan bisa seperti:
“Ada apa saja tadi di sekolah?”
“Bagaimana harimu di sekolah?”
“Apa pelajaran yang paling kamu sukai?”
“Apa pelajaran yang sulit bagimu?”
“Siapa guru favoritmu?”
“Apakah ada anak yang nakal di sekolah?”
dll.
Jika anak tampaknya mengalami kondisi yang berat dan parah, orangtua bisa meminta bantuan ahli psikologi anak. Seorang profesional punya kemampuan untuk melihat batasan gangguan psikis yang dialami manusia, lalu mencarikan solusinya dengan terapi dan metode lainnya.
Jangan pernah sepelekan masalah bullying yang dialami anak, karena dapat membuat anak tramua dan perkembangan anak terhambat. Bahkan dampak bullying akan terus terasa hingga dewasa, sehingga menurunkan kualitas hidup.
Sebagai tambahan, berikut tanda-tanda jika anak mengalami bullying di sekolah:
Sebagai tambahan, berikut tanda-tanda jika anak mengalami bullying di sekolah:
- Anak sering terlihat murung.
- Anak mengalami sudah tidur.
- Anak tidur secara berlebihan, tidak mau untuk bangun.
- Anak mengalami luka atau memar, tapi hal itu ditutupinya (tidak mau diceritakan pada orangtuanya).
- Anak tiba-tiba hilang nafsu makan (tidak hanya 1 atau 2 hari, tapi terus-terusan atau berlangsung lama).
- Anak makan secara berlebihan, yang terlihat tidak wajar.
- Pola makan berubah drastis (ke arah negatif).
- Banyak barang milik anak yang rusak atau hilang.
- Anak terlalu sering mengaku sakit ringan (seperti sakit kepala, sakit perut) agar tidak pergi ke sekolah, dan kejadiannya sering mendadak, sehingga tampak tidak wajar.
- Tiba-tiba anak menutup diri, tidak mau bersosialisasi.
- Tiba-tiba anak menjadi pendiam, padahal sebelumnya cerewet.
- Prestasi belajar di sekolah yang menurun drastis.
- Anak sering memiliki tatapan mata yang kosong.
- Terlihat kesedihan di wajah anak.
- Anak kepergok melukai dirinya sendiri.
Loading...
Tulisan Terkait: