Laman

Cara Mengoptimalkan Kecerdasan Emosional (EQ) Anak Sejak Dini


Kemampuan akademik seperti menghitung, membaca dan menulis memang perlu diajarkan pada anak, tapi seharusnya orangtua terlebih dahulu memfokuskan untuk mengembangkan potensi kecerdasan emosional (EQ) sejak dini. 

Dengan kecerdasan emosional yang baik, sangat penting agar anak tumbuh dengan stabil secara emosi. Dimana tingkat EQ dapat membuat perbedaan besar bagi perkembangan dan kesejahteraan anak di masa depan.

Anak-anak
Anak-anak. Photo credit: istockphoto.com|robertprzybysz

Kecerdasan emosional sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai problematika kehidupan sosial di lingkungan, tingkat EQ yang tinggi membuat anak punya bekal dan keunggulan untuk menghadapi persaingan global di masa depan, dimana anak tumbuh dengan lebih bahagia dan percaya diri.

Hal utama yang perlu dilakukan orangtua dalam merangsang kecerdasan emosional anak, yaitu membantu anak mengetahui apa yang mereka rasakan. Tidak mengapa anak menangis dan bersedih, biarkan anak mengeluarkan ekspresinya, jangan memaksa anak berhenti menangis.

Orangtua harus secara aktif membantu si Kecil mengidentifikasi apa yang sedang dialaminya. Agar anak mampu mengelola emosionya, maka pertama-tama anak harus dapat mengenali berbagai jenis emosi atau perasaan. Saat si Kecil terlihat murung, coba Anda tanyakan padanya “Kamu lagi sedih, ya”. Setelah itu hiburlah si Kecil.

Nantinya anak bakal belajar bahwa apa yang dialaminya adalah perasaan sedih. Lalu anak juga belajar bahwa orang yang sedih perlu dihibur. Si kecil akan banyak latihan dari pengalaman-pengalaman saat berinteraksi dengan orangtuanya. Anak-anak belajar dari memperhatikan orangtua mereka, pengaruhnya sangat besar terhadap pembentukan sifat dan karakter anak kedepannya.

Saat anak memasuki usia dua tahun seringkali mengalami tantrum, dimana sesaat anak tertawa-tawa lalu tidak lama kemudian bisa menangis karena hal sepele atau bahkan tanpa sebab yang jelas. Hal Ini terjadi karena anak belum dapat mengelola emosi yang ia rasakan. Sehingga tugas orangtua untuk mengajarkan anak tentang emosi yang dialaminya, sehingga membantunya untuk lebih mudah beradaptasi terhadap kondisi yang dialaminya.

Saat si Kecil menangis, tenangkan dan buatlah nyaman si Kecil sembari mengatakan bahwa ia sedang sedih. Demikian saat si kecil terlihat sangat senang, beritahukan bahwa ia sedang merasa senang. Pengucapan beragam jenis emosi secara berulang-ulang nantinya menjadikan anak familiar dengan jenis-jenis emosi. Pengelanan jenis emosi ini hendaknya dilakukan sejak dini.

Lalu berikan anak ruang untuk merasakan emosi, entah itu rasa senang, sedih maupun marah. Saat anak menangis maka jangan memaksanya berhenti, biarkan anak menangis terlebih dahulu hingga puas, setelah itu orangtua menghibur anak. Hindari tindakan memaksa anak karena membuat jiwa dan emosi anak menjadi terkekang, serta menyebabkan anak tumbuh dengan tidak bahagia.

Jika perasaan anak sering dikekang sehingga menjadi tidak bahagia, hal ini menyebabkan terhambatnya perkembangan kecerdasan emosional (EQ) anak.

Memperlihatkan bentuk emosi seseorang. Ini bisa dilakukan saat Anda mendampingi si kecil menonton televisi. Saat ada adegan seorang yang sedang bersedih, katakan bahwa orang tersebut sedang sedih. Demikian juga saat adegan seseorang sedang senang, marah dan lainnya.

Ini membuat anak bisa belajar untuk mengamati dan memahami emosi orang lain, guna membantunya untuk belajar berperilaku yang benar di lingkungannya.

Memperkenalkan Anak dengan Rasa Empati. Anak baru bisa belajar empati jika ia sudah mampu memahami emosi diri sendiri dan orang lain. Hanya saja empati tampaknya belum bisa (atau agak sulit) untuk diajarkan kepada balita, karena dia terprogram untuk melihat dirinya sebagai pusat perhatian.

Tapi kemampuan berempati tetap dapat dijarkan sejak dini, jika orangtua menunjukkan perilaku empatik secara konsisiten, si Kecil pun akhirnya akan belajar secara perlahan. Hingga akhirnya anak Anda punya kemampuan yang lebih baik dalam berempati dibandingkan teman-teman seusianya. 

Dengan kemampuan berempati, anak bisa dengan mudah memahami kondisi dan perasaan orang lain, sehingga anak bisa menyikapi kondisi yang dialami temannya dengan benar. Kemampuan berempati sangat membantu anak di dalam pergaulan di lingkungannya, sehingga anak bisa mendapatkan banyak teman dengan mudah, teman-temannya pun akan menyenanginya.

Tapi sayangnya melatih empati anak seringkali terlupakan para orangtua, padahal dengan mengajarkan empati sejak dini, diharapkan anak memiliki kemampuan untuk menempatkan diri, memahami perasaan orang lain dan mengontrol emosi dengan baik.

Anak biasanya baru dapat memahami konsep empati sepenuhnya saat memasuki usia 8 tahun. Tapi sejak anak berusia 4-5 tahun, anak sudah bisa menyatakan perasaan tentang bagaimana dirinya ingin diperlakukan.

Jadi pengembangan empati hendaknya dilakukan sejak dini, sehingga walau usia anak masih 5 tahun tapi sudah mulai bisa mengenali dan mengelola emosi dirinya, serta empatinya mulai terbentuk.

Tips membentuk kemampuan berempati anak:
  1. Ajaklah anak bermain dengan kumpulan stiker yang bergambar ekspresi emosi dasar, seperti wajah bahagia, sedih atau marah. Setiap hari mintalah anak memilih salah satu stiker yang menggambarkan perasaannya saat ini. 
  2. Ajarkan anak untuk memposisikan diri sebagai orang lain. Misalnya saat anak merebut mainan temannya, maka tanyakan kepada anak “Bagaimana perasaan kamu kalau mainan punya kamu direbut orang lain?”
  3. Beritahu anak tentang contoh berempati. Misalnya mengatakan pada anak tentang sikap baik guru terhadapnya, beritahu anak bahwa sikap ramah guru membuatnya nyaman saat berada di sekolah. Menjelaskan hal seperti ini akan membuat anak berpikir dan memahami bahwa tindakan orang lain dapat memengaruhi perasaannya.
  4. Ajarkan anak tentang pentingnya sopan santun dan menunjukkan rasa hormat kepada orang lain. Ajarkan anak untuk terbiasa mengatakan “tolong” saat meminta sesuatu, dan mengucapkan “terimakasih” saat dibantu atau diberikan sesuatu. Walaupun terkesan sederhana, pembiasaan seperti ini penting untuk menstimulasi kecerdasan emosional (EQ) anak.
  5. Ajak anak dalam kegiatan amal, minta anak memilihkan mainannya untuk disumbangkan. Beritahu anak bahwa bantuan yang diberikannya dapat membuat anak-anak lain bahagia.
  6. Ajak anak ke panti asuhan atau tempat sosial lainnya, disana akan ada segudang pengalaman dan manfaat yang akan diperoleh anak. Atau juga biarkan anak memberikan sedekah secara langsung kepada pengemis.
  7. Hindari bersikap kasar dan membentak anak, tindakan seperti ini sangat merugikan bagi proses tumbuh kembang anak, serta dapat menghambat potensi kecerdasan emosionalnya (EQ).

Melatih empati dan mengembangkan kecerdasan emosional anak tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan ini adalah proses panjang dan butuh kesungguh-sungguhan orangtua untuk mendidik anak.

Ajarkan anak menjadi pendengar yang baik. Orang-orang dengan kecerdasan emosioanal (EQ) tinggi memiliki kemampuan yang sangat baik sebagai pendengar, dan sangat paham kondisi lawan bicaranya sehingga dapat memberikan respon yang sesuai. Hal inilah yang membuat orang ber-EQ tinggi disenangi oleh banyak orang di lingkungannya berada.

Sebagai orangtua, Anda perlu meluangkan waktu mendengarkan cerita anak, dengarkan perkataan atau cerita anak dengan antusias dan berikan respon yang bagus. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan diakui keberadaannya. Orangtua adalah teladan bagi anak, kemungkinan besar anak akan mengikuti teladan itu sehingga anak bisa menjadi pendengar yang baik juga.

Dengan mengoptimalkan potensi EQ anak sejak dini, sehingga anak memiliki kemampuan yang baik dalam mengatur dirinya sendiri. Selain itu anak memiliki kesadaran yang kuat akan kondisi sosial sekitar, kemampuan mengelola relasi (pertemanan) secara efektif, serta dapat mengelola emosi diri sendiri dengan sangat baik.

Peka terhadap perasaan anak. Saat orangtua melakukan kesalahan seharusnya mengakuinya, jangan sampai menjadi orangtua yang selalu merasa benar. Seringkali orangtua lupa bahwa anak juga memiliki perasaan, jangan sampai anak merasakan ketidakadilan karena hal ini dapat menghambat perkembangan EQ-nya.

Untuk mengoptimalkan potensi EQ anak, Anda bisa memulainya dengan bersikap empatik terhadap perasaan anak, kenali dan jagalah perasaan anak Anda, sangat penting anak untuk bisa tumbuh dengan perasaan bahagia dan rasa cinta. Hindari bersikap menghakimi, mencela anak, bahkan memberikan label buruk pada anak.

Pastikan orangtua memiliki waktu cukup untuk bersama anak. Jangan sampai karena kesibukan bekerja sehingga orangtua jarang bertemu anak, karena hal ini akan berdampak buruk terhadap proses tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan kecerdasan emosionalnya.

Miliki waktu rutin untuk mengobrol dengan anak setiap harinya, buatlah obrolan yang menyenangkan dan seru bersama anak Anda, bicarakan tentang apa yang anak alami setiap harinya. Jika anak mulai bercerita, dengarkan ucapan atau ceritanya dengan antusias dan berikan respon positif. Kedekatan dan rasa cinta antara orangtua dan anak, sangat penting agar kecerdasan emosional anak berkembang secara optimal.

Bantu anak untuk mengenali perasaannya sendiri, oleh karena itu orangtua perlu meningkatkan kosa kata anak, ini membantu anak untuk mengekspresikan perasaannya dengan lebih baik lagi. Anak juga perlu dibantu untuk bisa memahami dan mengekspresikan emosi yang dirasakannya, biasakan untuk mengobrol dengan anak tentang perasaan yang dirasakannya dalam kegiatan sehari-hari. Selain itu ajarkan anak untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. 

Berikan anak kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, ini selain bermanfaat untuk mengembangkan rasa kemandirian dan percaya dirinya, juga untuk melatih kecerdasan emosionalnya, melawan rasa frustasi, hingga kemampuan mengelola dan mengontrol perasaan.

Hindari pola asuh otoriter. Ini jenis pola asuh yang dimana orangtua suka memaksakan kehendak dan tidak memberikan kesempatan anak berbicara atau berpendapat. Pola asuh otoriter dapat menghambat potensi kecerdasan emosional anak, selain itu juga menyebabkan anak kurang inisiatif, mudah gugup dan ragu.

Melatih anak bekerja sama. Kerja sama merupakan keterampilan yang perlu diajarkan secara langsung, anak harus memiliki pengalaman untuk bekerja sama. Keterampilan ini sangat diperlukan, misalnya saat anak mengikuti kerja kelompok di sekolahnya.

Ajarkan anak untuk bekerja sama sejak kecil, sehingga anak menjadi terbiasa dan tidak canggung dengan kegiatan kerja sama. Misalnya, mengajak anak membantu kegiatan memasak di dapur, berikan anak tugas-tugas sederhana. Setelah selesai, jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada anak.

Selain itu, dorong anak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang berisi kerja sama, hal ini akan melatih kemampuan berkomunikasi dan kecerdasan emosional anak.

Tips-tips lainnya untuk mengoptimalkan potensi kecerdasan emosional (EQ) anak:
  1. Kembangkan keterampilan anak dalam memecahkan masalah.
  2. Tingkatkan rasa percaya diri anak.
  3. Budayakan di keluarga kebiasaan meminta maaf saat melakukan kesalahan. Dorong anak agar berani meminta maaf, disamping itu orangtua harus bisa bijak dalam menyikapi kesalahan anak, serta berikan apresiasi pada anak karena telah berani meminta maaf.
  4. Budayakan kejujuran di keluarga. Kejujuran berkaitan dengan kepercayaan dan keberanian, untuk melatih kejujuran anak maka ciptakan rasa saling percaya.
  5. Biasakan tata krama pada setiap orang di keluarga. Anak-anak yang punya sopan santun, menandakan ia memiliki EQ yang tinggi.
  6. Budayakan sikap tenang di keluarga. Saat anak marah, Ayah dan Bunda harus bisa menunjukkan kecerdasan emosional sebagai orang tua. Lakukan interaksi dan sikapi kesalahan anak dengan tenang, tapi tetap tegas. Anak diam-diam akan meniru sifat dan cara bersikap orangtuanya.
  7. Munculkan rasa antusiasme di keluarga. Rasa antusiasme (semangat) itu sebenarnya dapat menular dari seorang ke orang lainnya. Oleh karena itu sebarkan rasa semangat di dalam keluarga Anda, jika anak melihat orangtuanya hidup dengan penuh semangat dan motivasi, maka anak bakal ikut-ikutan punya jiwa yang penuh semangat. Agar anak memiliki EQ tinggi, maka anak harus tumbuh dengan rasa bahagia dan penuh semangat.
  8. Ajarkan anak sejak dini agar mampu mengungkapkan perasaan dengan jelas dan tenang.
  9. Berikan anak ruang untuk berpendapat dan mengekspresikan keinginannya, serta hindari terlalu mengatur anak.
  10. Hindari sebisa mungkin memukul dan bersikap kasar pada anak karena mengakibatkan menurunnnya kecerdasan emosional anak, dan secara umum meningkatkan resiko anak mengalami gangguan kesehatan mental.

Berempatilah terhadap sudut pandang anak, sekalipun sudut pandang anak ternyata salah. Berempati tidak berarti Anda harus setuju, melainkan agar anak merasa sudut pandangnya dihargai, dimana anak membutuhkan pengakuan dan hal ini membuat anak senang. Anak akan belajar banyak dari empati yang diberikan orangtuanya. Para ahli juga menjelaskan bahwa saat anak merasa dipahami dan diakui keberadaannya, perasaan seperti ini akan memicu biokimiawi yang menenangkan dan memperkuat jalur saraf. 

Menerima anak apa adanya. Izinkan anak berekspresi, terimalah emosi anak Anda daripada menyangkal atau menyepelekannya, jangan sampai orangtua mengatakan atau memberikan respon yang mengakibatkan anak berpikir bahwa perasaan yang dialaminya itu memalukan, yang akhirnya membuat anak tidak menerima dirinya sendiri, akibatnya perkembangan EQ anak terhambat.

Yang harusnya dilakukan orangtua adalah menerima anak apa adanya, pastikan anak merasa dirinya diterima dan diakui keberadannya. Penerimaan orangtua membantu anak untuk menerima kondisi dan emosinya sendiri, ini penting agar anak mengembangkan kemampuan mengatur emosinya sendiri. Adapun anak yang sering mendapatkan tekanan dari orangtuanya, membuat anak tidak bisa menerima dirinya apa adanya, hal ini nantinya menyebabkan anak rentan terkena gangguan emosi.

Dengarkan perasaan anak, dan jadilah orangtua yang suka menenangkan anak. Misalnya saat anak terlihat sangat kesal sehingga melakuan hal yang kurang baik seperti berteriak. Maka alih-alih memarahi anak, seharusnya orangtua bersikap tenang, katakan pada anak:

“Kamu sangat sedih dan marah ya, sehingga kamu ingin berteriak dan menangis. Semua orang terkadang merasa seperti itu.”

Bentuk perkataan seperti ini yang sangat ingin didengarkan anak, sehingga anak merasakan kasih sayang dan empati dari orangtuanya. Anak akan belajar banyak dari orangtuanya yang bijak. Buatlah anak Anda merasa aman untuk merasakan dan mengekspresikan emosinya, ini merupakan bagian dari perkembangan kecerdasan emosionalnya (EQ). Oleh karena itu, jangan meremehkan perasaan yang sedang dialami anak, serta ajarkan anak untuk menghargai perasaannya sendiri.

Penutup: Kecerdasan emosional sangat diperlukan saat berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain, mengatasi sebuah situasi, hingga untuk mengembangkan pola pikir yang jernih. EQ tinggi merupakan faktor utama yang dapat menunjang kesuksesan anak di sekolah, lingkungan maupun di dunia kerja nantinya. Dengan EQ yang tinggi, seseorang juga akan lebih mudah bersosialisasi dengan lingkungannya, lebih percaya diri, dan pandai memposisikan diri.

Loading...